Halaman

Senin, 18 Juli 2011

Manajemen Persiraja Harus Pintar Cari Duit

Nasib Persiraja sebagai tim promosi hingga kini masih terkatung-katung menjelang even Indonesia Super League (ISL) musim 2011-2012 yang digelar Oktober mendatang. Belum adanya tanda-tanda persiapan ini dipertanyakan banyak tifosi yang tergabung dalam Supporter Kutaraja untuk Lantak Laju (SKULL) dan mantan pemain tim berjuluk ‘Laskar Rencong’.  Pemerintah Kota Banda Aceh sebagai pemilik Persiraja juga sudah “menyerah” sebelum bertanding akibat ketidakmampuan keuangan untuk membiayai timnya menghadapi kompetisi terelite di tingkat nasional itu. Wali Kota Banda Aceh, Mawardy Nurdin, meminta pemerintah provinsi untuk membantu. Tapi hingga kini pemerintah provinsi belum mengambil sikap terhadap nasib Persiraja ke depan.

Seorang fans Persiraja mengaku kecewa berat terhadap kondisi Persiraja yang setiap awal musim selalu didera kesulitan dana. Seharusnya, manajemen sudah memikirkan solusi jangka panjang untuk membiayai Persiraja. Untuk semusim di ISL, Persiraja dikabarkan minimal butuh Rp 26 miliar. Sebagai sebuah klub profesional, harusnya Persiraja memang tak boleh lagi menggantungkan diri pada belas kasih pemerintah atau masyarakat. Tapi, karena langkahnya ke kancah profesional sangat baru, maka Persiraja masih banyak perlu bantuan. Menjadi sebuah klub profesional perlu manajemen yang profesional. Dihentikannya alokasi dana APBD untuk klub sepakbola sejak beberapa tahun lalu justru karena ketidakbecusan pengurus klub-klub sepakbola dalam mengelola dananya.

Muncul banyak kasus penyalahgunaan dana bantuan dari APBD untuk sepakbola. Bahkan, klub sepakbola profesional menjadi tidak kreatif mencari sumber pendanaan lain, serta cenderung tidak melakukan pelatihan pemain tetapi lebih suka merekrut pemain yang sudah jadi. Kasus penyalahgunaan dana APBD oleh klub sepakbola banyak yang sempat masuk pengadilan. Bentuk-bentuk penyalahgunaan yang terungkap dari kasus-kasus tersebut adalah penggunaan untuk keperluan pribadi atau memperkaya diri sendiri, menyuap pejabat PSSI, dan lain-lain.

Jadi, memang tidak dapat dipungkiri bahwa mengelola sebuah klub sepakbola profesional membutuhkan kemampuan manajemen yang baik. Membina pemain, meracik sistem pelatihan yang baik, merancang skema permainan di lapangan untuk dapat menang sampai kepada aspek bisnis dari sepak bola perlu dikelola dengan baik dan terencana.  Kita melihat, sejauh ini nasib Persiraja di ISL benar-benar masih sangat bergantung pada sumber dana dari daerah. Belum terlihat adanya upaya-upaya untuk membuat dirinya menjadi industri sepakbola yang lebih mandiri dan profesional. Karena itulah, --mestinya untuk terakhir kali-- Persiraja masih membutuhkan uluran tangan atau uluran pikiran untuk memantapkan langkahnya di ISL. Tentu saja, sambil menunggu kerja keras manajemen Persioraja yang profesional, kreatif, dan inovatif dalam menjadikan Persiraja sebagai sebagai “mesin duit”.

sumber: Serambi Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More